Assalamu’alaikum Wr.Wb…
Alhamdulillah…
Alhamdulillahirobbila’lamin. Assalatuawassalamualaasrafil ambiyaiwalmursalin
sayyidina muhammadin waalaalihi wasahbihi ajmai’n ammaba’du.
Pada
tempat yang pertama patutlah kita naikan puja, puji dan syukur kehadirat Allah
SWT, sang pemberi rahmat sekalian alam berkat-Nya kita semua dapat
berkesempatan hadir pada malam hari ini guna melaksanakan agenda-agenda
kemanusiaan kita, semoga apa yang kita lakukan hari ini senantiasa menjadi
catatan amalun soleha di yaumil akhir nanti. Amin… amin ya… robbal a’ lamin. Amin.
Selanjutnya
shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan nabi besar kita
Rasulullah Muhammad SAW, sosok yang menjadi suri tauladan bagi umatnya, sosok
yang telah menggulingkan tikar-tikar kejahiliaan dan menghadirkan Islam sebagai
agama yang kita peluk hari ini. Semoga beliau tetap mengakui kita sebagai
umatnya baik di dunia maupun di akhirat nanti, serta senantiasa mendapat
syafaat darinya di yaumil akhir nanti. Amin … amin yaa rabbal a’lamin. Amin.
Hadirin yang dirahmati Allah…
Pada
kesempatan yang berbahagia ini izinkanlah saya membawakan satu topic yang bagi
saya cukup menarik untuk kita pahami bersama, tema yang saya angkat pada
kesempatan kali ini adalah bagaimana tingkatan beribadah di dalam berislam.
Beribadah diartikan sebagai bentuk penyembahan kita kepada Allah sang pencipta,
serta bentuk pengembanan tugas kita sebagai khalifa
fil ardh, sesuai dengan firman Allah yang dituangkan dalam teori-teori
sacral-Nya yakni dalam Qur’an Surat Adjariyat ayat 56 yang berbunyi :
Wamakhalktuljinnawalinsa illa liya’buduun yang artinya (dan Aku tidak menciptakan
Jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku)
Ayat di atas
mengisaratkan kepada kita bahwa ternyata Tuhan menciptakan kita sebagai manusia
bahwa tugas utama kita adalah melakukan peribadatan kepada Tuhan, saya tidak
yakin kalau kita semua yang hadir di sini sudah memahami esensi dari penciptaan
kita. Untuk itulah saya merasa terpanggil untuk membahas konsep ibadah ini,
Hadirin yang dirahmati Allah…
Saya mengklasifikasikan
ibadah menjadi beberapa tingkatan, dengan demikian maka kualitas dari beberapa
ibadah ini pun akan berbeda-beda. Dan pada kesempatan ini saya mengurutkan dari
kualitas yang rendah ke yang tinggi. Mari kita dengarkan bersama- sama
pembahasannya :
Yang I. Beribadah
karena ingin dipuji.
Beribadah yang
dikarenakan factor ingin dipuji orang adalah sesuatu hal yang sia-sia untuk
kita lakukan, tendensi dari ibadah ini tentunya sangat kita sayangkan, namun
realitas kebanyakan adalah banyak umat kita yang beribadah seperti ini, dan
mungkin kebanyakan kita yang ada sekarang ini seperti ini. Saya contohkan :
seorang dari kita selalu melakukan sholat denga niatan bahwa orang-orang yang
melihatnya akan mengeluarkan puji-pujian misalnya anak ini rajin sekali, alim
sekali dan sebagainya, apakah kita punya orientasi seperti ini.
Yang II.
Beribadah karena ingin mendapatkan amal/pahala
Jika orientasi
beribadah dengan mendapatkan pahala maka jika dicermati dengan baik ternyata
kita sedang berdagang dengan Allah, disini ada untung ruginya, ada imbalan yang
harus didapat setelah melakukan proses peribadatan, maka orientasi inilah yang
perlu dirubah menjadi sebuah bentuk keikhlasan.
Yang III.
Beribadah karena ingin meraih surga dan karena takut neraka.
Orientasi
surga dan takut neraka adalah pemahaman kebanyak umat muslim, maka inipun juga
bukan sebuah konsep keikhlasan, sehingga saya pernah mendengar syair yang
pernah keluar dari salah satu tokoh Sufi yang terkenal yakni Rabiatul
Al-Adabiah, bunyi syairnya yakni :
“ya, Allah jika aku beribadah kepadamu
karena ingin mendapatkan surgamu, maka tutup pintu surga itu dan jauhkan surga
itu dariku, tetapi jika aku beribadah karena takut nerakamu maka dekatkanlah
neraka itu padaku”
Inilah sebuah
komitmen dari tokoh Sufi ini karena kecintaannya kepada Allah.
Yang
IV.beribadah karena semata-mata karena Allah (Lillahita’ala)
Inilah sebuah
konsep keikhlasan dalam beribadah yang sesungguhnya karena semata-semata karena
kecintaannya yang begitu tinggi terhadap
Allah, konsep lillahita’ala menggambarkan tidak adanya tendensi apapun terhadap
apa yang ia lakukan namun yang ada dalam pikirannya hanyalah karena Allah
Ta’ala.
Dengan
demikian maka dari deskripsi di atas, marilah kita senantiasa memahami beberapa
kalsifikasi ibadah di atas, serta merefleksikan diri apakah ibadah kita selama
ini masuk dalam kategori yang mana? Mari kita murnikan ketaatan kepada Allah
sesuai yang termaktub dalam Qur’an Surat Al-bayyinah ayat 5 yang berbunyi :
Wama umiruu illa liya’budullah
hamukhlisinalahuddin hunafa awayuki mussala tawayu’ tuzzaka ta wajalika
diinulqoyyimah.
Yang artinya :
“Padahal mereka
tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepadanya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan yang demikian itulah agama yang lurus.”
Kata murni
dari ayat di atas bermakna ibadah yang betul-betul ikhlas yang tentunya
berdampak pada kualitas ibadah yang sesungguhnya.
Hadirin yang dirahmati Allah…
Marilah kita
luruskan niat kita yang benar sesuai dengan hadist Rasullah bahwa Innama a’malu binniat, sesungguhnya
segala sesuatu bergantung pada niat.
Akhirnya,
semoga kita sekalian dapat beribadah dengan ikhlas hanya kepada Allah.
Akhirulkalam.
Wabillahittaufik walhidayah wassalamu’alaikum Wr.Wb…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar