Senin, 16 Januari 2012

Makna sapaan mesra “ABANG”


Abang adalah kata yang tidak asing lagi dalam lingkup HMI,  seperti halnya “bung” bagi kader-kader GMNI, “om” bagi organisasi GMKI, “Akhi” bagi kader-kader KAMMI. Sapaan ini sebenarnya secara kasat mata dapat semakna dengan kraing dari Manggarai, moat dari Maumere, boma dari Alor, umbu dari Sumba, ama dari Sabu, daing dari Bugis serta mas dai Jawa dan sebagainya. Sapaan abang telah menjadi tradisi yang mengakar entah sejak kapan sapaan ini mulai diterapkan di HMI karena penulis sendiripun belum mengetahui secara pasti para faunding father meletak dasar sapaan ini. Sapaan yang dialamatkan kepada para HMI-one atau oleh teman-teman dari HMI Cabang Kupang menyebutnya dengan nama KOHACO alias Korps HMI-Cowok ini konon merupakan bentuk protes terhadap adanya lembaga KOHATI (Korps HMI-Wati) yang merupakan lembaga semi otonom HMI, akan tetapi bagi penulis dari kacamata maskulinitas bahwa kalau sampai ada wadah atau badan yang namanya KOHACO itu terbentuk maka dengan sendirinya akan melegalkan kelemahan kaum adam yang ada di HMI untuk perlu diberdayakan seperti pada bidang pemberdayaan perempuan.
“Abang” bukanlah sekedar panggilan misalnya untuk seorang pemuda dari jawa atau sebagai seorang penjual bakso yang sering disapa abang bakso, abang bukan sekedar lawan kata dari dinda atau yunda, abang bukanlah sekedar simbolisasi sapaan antara kader-kader Himpunan, antara junior dan seniornya, atau antara sesama letting, tetapi sapaan abang memiliki makna tersendiri yang mendalam bagi kader Himpunan yakni memiliki muatan nilai (value) bagi si pemberi sapaan dan yang disapa artinya nuansa kebersamaan, rasa saling menghormati dan keharmonisan dapat dibangun lewat sapaan ini. Sapaan abang memiliki beban tersendiri bagi kader-kader yang mengaku dirinya telah pantas dipanggil abang sehingga kita harus menyadari bahwa kita akan pantas dipanggil abang oleh junior-junior kita apabila kita telah memiliki sesuatu yang baik yang dapat dijadikan panutan bagi kader-kader yang lain, kita harus sudah memiliki akhlak, moralitas dan karakter diri yang baik sehingga kata abang yang selalu melekat di depan nama kita senantiasa sinergis dengan sikap dan perilaku sehari-hari. Ketika menjadi senior seharusnya malu jika kita tidak mampu memberikan contoh yang baik pada adinda-adinda kita yang sedang berproses di wadah tercinta ini karena sesungguhnya organisai ini adalah organisasi pembelajran yakni disamping kader-kader belajar secara otodidak kader juga sedang belajar dari kader-kader lain yang sedang belajar juga.
Bagi kader-kader yang memahami betul makna yang tersirat maupun tersurat dari kata “Abang” akan merasa sangat nyaman dan merasa sangat dihargai ketika sapaan itu datang kepadanya, entah kenapa kata Abang itu lebih indah dibandingkan dengan kata “kakak, adik, saudara, bapak, dan sebaginya ”. perasaan berbeda ketika kita ingin tahu perbedaan rasa dengan sapaan-sapaan tadi dapat dibuktikan dengan senior-senior HMI yang telah sukses, baik sebagai pengusaha bahkan pejabat besar sekalipun akan lebih menerima jika junior-juniornya memanggilnya abang, ia lebih memilih dipanggil tanpa gelar (sarjana, master, doctor maupun professor) karena lebih menghargai sepenggal kata “abang”. Itulah sebuah keajaiban dan daya magic dari kata “abang”. Untuk itulah di akhir tulisan ini penulis ingin mengajak kita semua sebagai kader umat kader bangsa khususnya dalam scope HMI Cabang Kupang un tuk senantiasa selalu menumbuhkan dan membiasakan sapaan-sapaan mesra itu dalam keseharian antar seasama kader guna membangun ukhuwah HMI yang lebih kuat. Amin...........................................................................................................
  

Hasil perenungan di Kos Idjo Al-Fitrah Oesapa





Tidak ada komentar:

Posting Komentar