Abang adalah kata yang tidak
asing lagi dalam lingkup HMI, seperti
halnya “bung” bagi kader-kader GMNI, “om” bagi organisasi GMKI, “Akhi” bagi
kader-kader KAMMI. Sapaan ini sebenarnya secara kasat mata dapat semakna dengan
kraing dari Manggarai, moat dari Maumere, boma dari Alor, umbu dari
Sumba, ama dari Sabu, daing dari Bugis serta mas dai Jawa dan sebagainya. Sapaan
abang telah menjadi tradisi yang mengakar entah sejak kapan sapaan ini mulai
diterapkan di HMI karena penulis sendiripun belum mengetahui secara pasti para
faunding father meletak dasar sapaan ini. Sapaan yang dialamatkan kepada para
HMI-one atau oleh teman-teman dari HMI Cabang Kupang menyebutnya dengan nama
KOHACO alias Korps HMI-Cowok ini konon merupakan bentuk protes terhadap adanya
lembaga KOHATI (Korps HMI-Wati) yang merupakan lembaga semi otonom HMI, akan
tetapi bagi penulis dari kacamata maskulinitas
bahwa kalau sampai ada wadah atau badan yang namanya KOHACO itu terbentuk maka
dengan sendirinya akan melegalkan kelemahan kaum adam yang ada di HMI untuk
perlu diberdayakan seperti pada bidang pemberdayaan perempuan.
“Abang” bukanlah
sekedar panggilan misalnya untuk seorang pemuda dari jawa atau sebagai seorang
penjual bakso yang sering disapa abang bakso, abang bukan sekedar lawan kata
dari dinda atau yunda, abang bukanlah sekedar simbolisasi sapaan antara
kader-kader Himpunan, antara junior dan seniornya, atau antara sesama letting,
tetapi sapaan abang memiliki makna tersendiri yang mendalam bagi kader Himpunan
yakni memiliki muatan nilai (value)
bagi si pemberi sapaan dan yang disapa artinya nuansa kebersamaan, rasa saling
menghormati dan keharmonisan dapat dibangun lewat sapaan ini. Sapaan abang
memiliki beban tersendiri bagi kader-kader yang mengaku dirinya telah pantas
dipanggil abang sehingga kita harus menyadari bahwa kita akan pantas dipanggil
abang oleh junior-junior kita apabila kita telah memiliki sesuatu yang baik
yang dapat dijadikan panutan bagi kader-kader yang lain, kita harus sudah
memiliki akhlak, moralitas dan karakter diri yang baik sehingga kata abang yang
selalu melekat di depan nama kita senantiasa sinergis dengan sikap dan perilaku
sehari-hari. Ketika menjadi senior seharusnya malu jika kita tidak mampu
memberikan contoh yang baik pada adinda-adinda kita yang sedang berproses di
wadah tercinta ini karena sesungguhnya organisai ini adalah organisasi
pembelajran yakni disamping kader-kader belajar secara otodidak kader juga
sedang belajar dari kader-kader lain yang sedang belajar juga.
Bagi kader-kader yang memahami
betul makna yang tersirat maupun tersurat dari kata “Abang” akan merasa sangat nyaman dan merasa sangat dihargai ketika
sapaan itu datang kepadanya, entah kenapa kata Abang itu lebih indah
dibandingkan dengan kata “kakak, adik,
saudara, bapak, dan sebaginya ”. perasaan berbeda ketika kita ingin tahu
perbedaan rasa dengan sapaan-sapaan tadi dapat dibuktikan dengan senior-senior
HMI yang telah sukses, baik sebagai pengusaha bahkan pejabat besar sekalipun
akan lebih menerima jika junior-juniornya memanggilnya abang, ia lebih memilih
dipanggil tanpa gelar (sarjana, master, doctor maupun professor) karena lebih
menghargai sepenggal kata “abang”.
Itulah sebuah keajaiban dan daya magic dari kata “abang”. Untuk itulah di akhir
tulisan ini penulis ingin mengajak kita semua sebagai kader umat kader bangsa
khususnya dalam scope HMI Cabang
Kupang un tuk senantiasa selalu menumbuhkan dan membiasakan sapaan-sapaan mesra
itu dalam keseharian antar seasama kader guna membangun ukhuwah HMI yang lebih
kuat. Amin...........................................................................................................
Hasil
perenungan di Kos Idjo Al-Fitrah Oesapa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar