Senin, 16 Januari 2012

NUHA NEBO ; LAFO TANAHKU… (Sebuah Surat Refleksi anak kampung buat anak kampung)



Yogyakarta, 15 Januari 2012
            Assalamu’alaikum Wr.Wb..
Kepada Yang Terhormat Amang/Inang/kakang/aring/anang/amang pukong/opung/nenek/kakek dan semua orang Nuha di mana pun berada…
 semoga selalu dalam lindungan Yang Maha Kuasa. Sedikit goresan ini berangkat dari sebuah refleksi sederhana atas segala sesuatu yang berkaitan dengan sebuah Pulau yang bernama Ternate khususnya kampung tercinta Umapura.
            Perkembangan kampung Umapura sangatlah pesat dilihat dari berbagai sisi yakni infrastruktur,(sekolah SD/SMP, Puskesmas, Masjid mewah, jalan setapak keliling kampung, sumur air, pelabuhan mini, lapangan bola sederhana, rumah warga yang sudah banyak tembok, PLTD, signal HP seluler) sosial budaya, kemajuan ekonomi, pendidikan, paradigma berfikir dan sebagainya. Hal ini menandakan masyarakat kita juga telah mampu beradaptasi terhadap perkembangan zaman yang semakin modern, dan itulah konsekuensi logis dari sebuah pergaulan antara masyarakat di komunitas yang satu dengan komunitas yang lain (suku/kampung), diantara pergaulan itu sangatlah sulit dihindari proses akulturasi budaya, persaingan, serta silaturahmi antar suku-suku kecil yang ada di Alor khususnya kecamatan ABAL lebih khusus di Pulau Ternate (Nuha Being) dan Pulau Buaya (Nuha Kae).
            Pulau kecil Ternate terdapat 4 kampung (Abang Bol, Umapura, Biatabang dan Boka kele) yang masing-masing penduduknya hidup rukun baik dalam kampungnya sendiri maupun dengan kampung lain dalam 1 pulau itu. Klasifikasi suku dalam kampung Umapura sendiri yang berjumlah 8 suku dengan tugas dan tanggungjawabnya masing-masing dalam hal ke-Adat-an tentu harus tetap konsisten serta selalu membangun hubungan yang harmonis antara satu suku dengan suku yang lain dalam menciptakan suasana kampung yang kondusif demi kepentingan masyarakat Umapura.
            Begitu beragamnya masyarakat kita baik dari sisi tingkatan ekonomi, suku, pendidikan membuat para pemimpin di Desa Umapura (pemerintah Desa, pemimpin adat, tokoh agama, tokoh pendidikan ) selayaknya harus memahami realitas itu kemudian senantiasa memberikan pelayanan yang prima sesuai tugas dan tanggungjawabnya guna melayani masyarakat akan kebutuhan pelayanan publik pemerintah, pelayanan adat, memberikan kontribusi pendidikan serta serta pelayanan jamaah dalam hal theology. Dalam memberikan pelayanan inilah yang kadang kurang maksimal sehingga dapat memicu konflik atau gesekan diantara masyarakat kita, saya melihat pemberian pelayanan adat sudah sangat maksimal, sementara dalam bidang agama masih bersifat stagnan, dan yang masih amburadul adalah pelayanan di bidang pendidikan apalagi pelayanan pemerintah.
            Ina gambe yang saya hormati….
            Saat ini saya ingin menyampaikan pandangan terkait beberapa hal pelayanan di atas diantaranya :
1.      Dari sisi adat/budaya : harus diakui bahwa masyarakat kita masih sangat kuat memegang tradisi yang telah diturunkan dari nenek moyang kita, sehingga tokoh-tokoh adat dari suku-suku di Umapura masih sangat konsisten dalam memberikan pelayanan adat atas kebutuhan adat masyarakat. Alhamdulillah tradisi-tradisi positif peninggalan kaum terdauhulu masih dilestarikan misalkan budaya gotong royong, bahasa adat, tarian beku, legalitas rumah suku, norma etika dalam bergaul antara yang muda dan yang lebih tua dan sebagainya. Semoga akan tetap terus dipertahankan, ada beberapa gejala buruk yang telah merusak kampung kita yakni kebiasaan meminum-minuman keras yang dilakoni oleh beberapa pemuda kita dan mulai diikuti oleh anak-anak di bawah umur sehingga yang ditakutkan adalah rusaknya moral generasi kita? Hal ini pun akan menimbulakan image jelek bagi performance orang Umapura di kalangan masyarakat luar. Tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemerintah, tokoh pendidikan serta semua entitas yang memiliki kepedulian terhadap hal ini selayaknya bahu-membahu dalam penyelesaian gejala-gejala seperti ini. Jangan biarkan budaya luar yang sifatnya negative merusak generasi kita.
Kekuatan adat seharusnya juga menjadi kekuatan untuk menangkis orang dari luar yang ingin membuat perpecahan di tengah-tengah masyarakat kita.
2.      Dari sisi Agama : pelayanan tokoh-tokoh agama di kampung juga masih lumayan bagus, hal ini karena masyarakat kita juga masih sangat menjunjung nilai-nilai religiusitas, layanan persoalan pernikahan masih sangat normal, tausiah-tausiah untuk kebutuhan rohani masyarakat masih konsisten di Bulan Ramadhan, hari-hari besar Islam, saat pernikahan, khitanan, aqiqah, syukuran Haji, dan berbagai aktivitas keagamaan lainnya. Yang masih sangat kurang adalah asupan pendidikan agama bagi anak-anak kita pada tingkatan SD s/d SMP mulai seperti pengajian, masih kurangnya guru-guru ngaji yang siap membimbing generasi muda Umapura. Pembangunan pendidikan agama bagi generasi kita sangatlah penting karena sangat menyangkut dengan akhlak dan kepribadian mereka saat dewasa dan akan berdampak bagi image orang Nuha dalam pergaulan dengan masyarakat luar. Kita perlu mencermati apa perlu kita mengirimkan anak-anak kita untuk masuk pesantren di luar NTT (misalkan Jawa dan Sulawesi) jika di dalam kampung kebutuhan pendidikan rohani mereka tidak dilayani? Jika ada output dari pesantern yang sudah membuktikan akhlaknya dengan baik maka saya kira wajar dan baik jika mereka mondok di pesantren. Saya salut dengan yang telah berbuat nyata seperti Paman Jang di Makassar.
3.      Dari sisi pemerintahan : saya adalah generasi yang baru kemarin dilahirkan (1987) sejak remaja hingga tahun 2011 ini saya mengamati kondisi Desa sejak kepemimpinan Bapak Motong sebagai kepala Desa hingga Bapak Iang saat ini, masih menyisakan PR yang begitu banyak bagi perbaikan sistem roda pemerintahan Desa Umapura. Saya tidak ingin mengatakan ada kesalahan dalam memimpin namun hanya membeberkan sekelumit realitas yang menurut pandangan saya selalu menjadi konflik di masyarakat kita, misalkan pembagian bantuan berupa apapun dari Pemda Alor ataupun dari Donatur manapun di Desa tidak dibagi secara merata dan terkesan nepotisme. Hal ini memicu terjadinya konflik horizontal antara masyarakat serta konflik vertikal antara masyarakat dan pengambil kebijakan di tingkat Desa (kaur desa dan BPD). Satu solusi yang ingin saya tawarkan adalah pembagian bantuan selayaknya didasarkan pada indikator kondisi ekonomi, kita bisa melihat letak kelayakan penerima bantuan itu seperti apa misalkan kondisi fisik rumah, umur calon penerima bantuan (lebih diutamakan yang usia senja/balu janda), serta pemenuhan kebutuhan pokok sehari-harinya, seorang pemimpin pasti sangat mengenal rakyatnya dan tidak perlu dijelaskan lebih jauh mana yang berhak menerima bantuan? Satu hal lagi bahwa ada berbagai macam jenis bantuan (Raskin, Rumah, WC, permodalan, Body motor dll) dan tidak secara serempak direalisasikan, untuk itulah perlu adanya kejelian dalam melihat jika ada yang sudah menerima bantuan pada suatu jenis bantuan maka seharusnya pada kesempatan yang lain berusahalah yang bijak untuk memberi peluang kepada masyarakat yang belum memperolehnya. Selain itu perlu adanya kesesuaian antara jenis bantuan dengan kondisi calon penerima bantuan, misalkan orang yang terindikasi memiliki semangat wirausaha maka jenis bantuan wirausaha cocok untuk orang seperti ini, demikian juga jika kondisi rumahnya sudah sangat memprihatinkan (peot hampir rubuh) maka lebih cocok diberi bantuan rumah demikian juga jenis bantuan yang lain. Hal yang penting juga adalah transparansi dalam administrasi bantuan sehingga menimbulkan kepuasan di kalangan masyarakat serta kebijaksanaan dari pimpinan Desa dalam mengelola segala sesuatu demi kepentingan kampung Umapura tercinta.
Pencerahan kepada masyarakat juga sangat penting yakni memberikan penjelasan dengan santun bahwa jumlah bantuan sangat terbatas sedangkan masyarakat kita kuantitasnya sangat banyak, maka pengambil kebijakan pasti dilematis dalam menentukan daftar penerima bantuan, maka sebagai rakyat juga harus mengidentifikasi diri apakah layak tidak menerima bantuan? Masyarakat juga harus sadar bagaimana perputaran dan manajerial pemerintah Desa dalam mengelola bantuan-bantuan itu agar adil dan tepat sasaran secara efektif dan efisien.
4.      Dari sisi pendidikan : inilah salah satu bidang yang sangat penting dalam membangun peradaban sebuah bangsa, sebuah Negara, sebuah propinsi, sebuah kabupaten/kota, sebuah kecamatan, sebuah Desa/kelurahan dan sebuah rumah tangga kecil. Saya teringat Negara Jepang yang waktu perang dunia dalam pengeboman kota Hirosima dan Nagasaki seluruh kota hancur dan setelah pengeboman itu sang kaisar menanyakan satu hal “MASIH ADAKAH GURU YANG HIDUP” kaisar tidak bertanya “MASIH ADAKAH TENTARA YANG HIDUP”. Ini membuktikan bahwa Negara sekaliber Jepang sangat memberi perhatian pada dunia pendidikan untuk membangun negaranya hingga seperti sekarang ini. Dari cuplikan di atas saya berasumsi bahwa untuk membangun kampung Umapura juga menitikberatkan pada bidang pendidikan. Sarana pendidikan di Umapura pun semakin banyak, hal ini ditandai dengan berubahnya status SD GMIT Umapura menjadi SD Inpres Umapura dengan bangunan fisik sekolah yang terus direnovasi maupun direhabilitasi, rumah dinas guru. Sarana pendidikan kita semakin menunjukkan kemajuan ketika sang Bupati Drs. Simon Th. Pally  meresmikan SMP Negeri Ternate yang letaknya di sebelah Dola kae, penambahan guru PNS maupun guru honor yang mulai berasal dari orang Ternate sendiri memberi kesan bahwa mereka pasti secara pendekatan emosional primodial sangat loyal mengabdi untuk kampung halaman yakni ikut mencerdaskan anak-anak kita sendiri. Kita tidak perlu lagi menyekolahkan anak kita di tempat yang jauh (khusus SD dan SMP) dengan biaya yang tentu mahal dikarenakan biaya kos dan makan minum anak-anak kita di perantauan Kalabahi ataupun di luar Alor, kendati pun menyekolahkan anak di luar kampung tidak dilarang. Hal lain yang perlu dipikirkan bahwa paradigma masyarakat kita perlu diberi pencerahan bahwa pendidikan itu suatu kebutuhan sekaligus keharusan, kita tahu bahwa memang biaya pendidikan sangatlah mahal apalagi orang tua yang membiayai kuliah anaknya. Satu kebiasaan masyarakat kita ada pembagian dalam satu rumah tangga kecil misalkan ada 5 anak, maka ada yang disekolahkan dan ada yang pergi OLA (istilah mencari nafkah untuk laki-laki) atau TANE KAFATE (istilah mencari uang untuk perempuan) serta ada yang disekolahkan atau dikuliahkan, saya tidak mengharuskan atau menyarankan untuk semua anak harus sekolah/kulia, juga tidak menyarankan lebih besar porsinya yang dikuliahkan/sekolahkan akan tetapi minimal 1 orang saja dari keluarga kecil itu yang dikuliahkan/sekolahkan maka sangat mungkin kampung kita akan menghasilkan banyak sarjana dan akan berdampak pada wajah pendidikan orang Umapura. Secara gamblang bisa dibandingkan bahwa kuantitas anak-anak kita yang kuliah masih sangat kurang jika dibanding dengan kampung-kampung lain di sekitar kita.  Berapa sich jumlah magister kita? Apakah kita mau suatu saat kita dijajah orang? Kalah persaingan? Ataukah dianggap remeh orang? Mari kita bangun dinasti pendidikan mulai dari sekarang untuk sebuah perubahan besar di masa yang akan datang. Saya sangat mengapresiasi untuk sang ayah yang menyelam dan telah menghasilkan sarjana… sang Ibu yang menenun dan telah membuat anaknya memakai toga.. sang kakak yang bercocok tanam untuk kebutuhan kuliah/sekolah adiknya… sang adik yang walau keahlian menyelamnya belum begitu bagus namun dapat mengisi pulsa 5 ribu rupiah untuk sekedar melancarkan perkuliahan kakaknya… sungguh sesuatu yang membuat terharu… itu sebuah perjuangan masyarakat kita… itu perjuangan nenek moyang kita… itu perjuangan kita…
Wahai orang Umapura di mana pun berada….
untuk siapa pun yang di dalam dirinya mengalir darah nenek moyang Umapura berikhtiarlah dengan kemampuan kita masing-masing untuk berkontribusi dalam pembangunan pendidikan (Education Building) kita, peduli bukan berarti memberi dengan uang atau bantuan materi lainnya akan tetapi yang tidak kalah penting  adalah member motivasi, doa dan dukungan moril apapun buat generasi muda kita dalam melalangbuana di buana edukasi di rantauan orang.
           
            Ina gambe yang saya cintai…
            Kita boleh berbangga bahwa Ternate sudah melahirkan orang-orang berpengaruh yang tampil di publik kabupaten Alor yang dapat memberikan dampak bagi kemajuan Nuha Nebo, saya sebutkan Bapak Drs. Ismail Kasim (mantan kepala LPMP NTT) yang katanya akan bertarung dalam pilkada Alor periode mendatang, Kakak Sulaiman Singh (Anggota DPRD Alor Fraksi Golkar Periode sekarang), Drs. Amir Jonu (Mantan Pejabat Setda Kabupaten Sikka), Drs. Hofni Bukang (Mantan Kepala Dispenda Alor), Drs. Masya Jonu (Mantan Dirut PDAM Kab. Kupang), Drs. Nurdin Tilung (Mantan Anggota DPRD Alor) dan mungkin ada lagi yang saya lupa… deretan nama-nama di atas jangan dijadikan sebagai romantisme sejarah belaka yang membuat kita terbuai akan tetapi menjadi motivasi dan cambukan bagi kita untuk terus melahirkan tokoh-tokoh sekaliber mereka di masa-masa yang akan datang. Mereka juga wajib dan menjadi keniscayaan untuk berkontribusi bagi perubahan kampung. Ucapan terima kasih yang tiada taranya buat mereka yang pernah mengharumkan nama kampung halaman dan yang telah berkontribusi riil bagi kemajuan Nuha Nebo.  Mari kita bangun ulang dinasti ini untuk membuktikan kepada khalayak umum bahwa walaupun kampung kita kecil tetapi kita  tidak bisa diremehkan… kita punya potensi kapasitas yang sama…kita punya harga diri…

            Wahai anak kampung yang dimanapun eksistensimu….
            Pemikiran ini ditulis bukan karena saya orang yang paling benar, paling suci, paling hebat, atau sekedar iseng namun ini berangkat dari panggilan nurani untuk bagaimana memberikan secercah pemikiran untuk membangun kampung halaman yang lebih baik. Alasan utama saya mengkritik adalah karena saya mencintai yang dikritik. Walaupun sekedar konsep di atas kertas minimal dalam hidup saya pernah berfikir untuk sebuah perubahan…
             Ini hanya secercah pemikiran buat tanah yang pernah aku lahir di atasnya… pulau yang masa balitaku dihabiskan disana… tempat aku dibesarkan dengan gulungan ombak… aku suka kondisi alam Hilafaka… Fatang Kae yang mungil… Fatang Being yang luas… uniknya Dola kae… indahnya Onong Being…Feing matang sumber kehidupan… menjulangnya gunung Mako… serta pemandangan Hopo Futung yang terletak jauh di ujung sana… ah… mengingatkan memory dan membangkitkan rasa kangenku pada NUHA NEBO LAFO TANAH…
            SEMOGA ADA MANFAAT TERSIRAT DIBALIK SELAKSA PEMIKIRAN INI… AMIN

                                                                                                            DARI
                                                                                                   Putra Murni Lafo Tanah
                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar